Cuma bisa bilang itu waktu liat tanggal terakhir nge-blog.
Ini sih bukan berdebu atau jamuran lagi namanya, tapi udah bersarang laba-laba. Ibaratnya bagaikan pentol bakso yang udah kelamaan direndam dikuahnya.
Jangan harap saya bisa jelasin artinya apa.
Ya udah lah, yang berlalu biarlah berlalu.
Sekarang mencoba berbagi cerita lagi.
Sekarang mencoba berbagi cerita lagi.
Bekerja adalah pekerjaan yang kadang menyenangkan dan kadang juga melelahkan. Apalagi jika banyak terdapat kendala atau pun masalah yang tidak terduga.
Semua berawal dari beberapa waktu yang lalu ketika ada seorang dokter gigi baru bergabung di praktikan. Namanya drg. Dwi Martisza ato biasa dipanggil Sasa. Orangnya cantik, rambutnya hitam panjang lurus, kulitnya putih, senyumnya manis, matanya cokelat terang, dan giginya rapi kayak barisan pengibar bendera.
Sasa ini dokter gigi lulusan dari Jakarta. Dari yang sering saya amati, Sasa ini orangnya santai dan simple banget. Dia gak sok jual mahal kalo ada yang ngajak kenalan. Gak heran di hari pertama dia praktik, udah dapat kartu nama dari om-om. Dan secara kebetulan juga pasiennya di praktikan lebih banyak om-om yang butuh kasih sayang berlebih.
Jauh berbeda dengan saya yang mayoritas pasiennya tante-tante pra-menopause. Berdasarkan penelitian saya, 74.5% tante-tante tersebut memakai make-up yang menurut saya terlalu berlebihan, 24.3% memakai make-up yang lumayan berlebihan, dan sisanya 15.8% tidak pakai make-up. Sebenernya pake make-up ato gak itu hak mereka. Masalahnya sekarang adalah bagaimana menyadarkan saya kalo sisa dari 74.5% ditambah 24.3% itu bukan 15.8%.
By the way, tante-tante dengan make-up yang terlalu berlebihan dan yang lumayan berlebihan itulah yang membuat pekerjaan jadi terkendala.
Saya juga gak tau kenapa dari tadi panjang lebar ceritain tentang Sasa. Bener-bener ga ada hubungannya sama sekali.
-------------------------------------------(*o*)------------------------------------------
-------------------------------------------(*o*)------------------------------------------
Hmmm…
Ngertiin cewek itu sulit, apalagi tante-tante. Kadang saya heran, ngapain sih periksa ke dokter gigi dengan mengoleskan gincu yang sangat tebal? Sudah tau kalo ke dokter gigi itu yang diperiksa pasti kondisi mulut dan giginya.
Oh iya, buat kalian yang gak tau gincu itu apa, sepertinya hidup kalian selama ini terlalu datar. Sebaiknya kalian segera mendatangi salon-salon terdekat.
Pernah ada pasien tante-tante paruh baya datang dengan kondisi bibirnya full gincu dengan ketebalan kurang lebih 2mm. Ketika diperiksa dengan kaca mulut otomatis gincu tersebut meninggalkan bekas di kaca mulut tersebut. Karena pandangan dari kaca mulut terhalang oleh gincu tersebut jadinya ya saya bersihkan dengan kapas.
Dari sini lah awal petaka tersebut dimulai.
Ketika saya gosok, bukannya hilang malah bekas gincu tersebut menyebar ke seluruh permukaan kaca mulut. Makin kuat saya gosok, semakin menyebar pula bekas gincu tersebut. Terakhir kaca mulutnya sampai patah karena gemes ngegosoknya.
Tragis...
Tragis...
Ketika pasiennya kumur-kumur, bekas gincu tersebut menempel tebal di gelas kumurnya sehingga sulit untuk dibersihkan. Oleh karena itu, saya pun jaga jarak dari pasiennya. Tidak hanya ke angkot dan ke mantan aja kita perlu jaga jarak, tapi juga ke tante-tante dengan gincu tebal. Takut ada yang nyosor ke leher, nanti bisa terjadi perang antar galaksi.
Mau minta gincunya dihapus tapi nanti takut pasiennya tersinggung. Gak minta juga salah.
Sebagai dokter gigi, saya merasa gagal (-_-!)
Untuk itu saya mohon dengan sangat kalo ke dokter gigi ga usah lah pakai gincu yang tebel-tebel. Oles tipis aja ato kalo perlu tampil natural tanpa make-up, karena kecantikanmu dilihat bukan dari tebalnya gincumu tapi dari hatimu.
Ini. Dalem. Banget.
Sadaaaaaaap.
#nowplaying : Cherrybelle – Beautiful